Jumat, 30 November 2007

Anggrek

Anggrek merupakan sejenis tumbuhan berbunga yang sering ditanam sebagai tanaman hiasan. Tumbuhan berbunga mulai muncul pada Zaman Kapur. Tanaman berbunga pertama adalah angiosperma. Dia merupakan bunga kebangsaan bagi negara Singapura dan Thailand. Bunga Anggrek Bulan adalah bunga pesona bangsa Indonesia.

Anggrek sering dipergunakan sebagai simbol dari rasa cinta, kemewahan, dan keindahan selama berabad-abad. Bangsa Yunani menggunakan anggrek sebagai simbol maskulinitas , sementara bangsa Tiongkok pada jaman dahulu kala mempercayai bahwa anggrek sebagai tanaman yang mengeluarkan aroma harum dari tubuh Kaisar Tiongkok.

Pada pertengahan zaman, anggrek mempunyai peran penting dalam pengembangan tehnik pengobatan menggunakan tumbuh-tumbuhan. Penggunaannya pun meluas sampai menjadi bahan ramu-ramuan dan bahkan sempat dipercaya sebagai bahan baku utama pembuatan ramuan ramuan cinta pada masa tertentu. Ketika anggrek muncul dalam mimpi seseorang, hal ini dipercaya sebagai simbol representasi dari kebutuhan yang mendalam akan kelembuatan, romantisme, dan kesetiaan dalam suatu hubungan. Akhirnya, pada permulaan abad ke-18, kegiatan mengkoleksi anggrek mulai menjadi kegiatan yang banyak dilakukan di segala penjuru dunia, terutama karena keindahan dan sisi eksotik dari tanaman ini.

Kumbo Karno

Kumbo karno adalah salah satu tokoh perwayangan Jawa. Hal ini dapat dilihat dari petikan artikel dibawah yang diambil dari salah satu website:
”Pagelaran wayang ini mengambil tema, Kumbo Karno Gugur. Tokoh ini tak lain adalah adik kandung dari Raja Alengka, Dasamuka yang dikenal dalam dalam dunia pewayangan sebagai sosok pemimpin yang lalim. Intinya, Kumbo Karno yang tak sejalan dengan kepemimpinan kakaknya, menghadapi situasi dilematis, ketika negerinya terlibat peperangan dengan kerajaan Astina. Ketika akhirnya Kumbo Karno memutuskan untuk ikut perang, adalah bukan karena membela kakaknya, melainkan sebagai wujud kecintaannya pada negeri yang melahirkannya.
Singkat cerita, Kumbo Karno akhirnya gugur di tangan Hanoman melalui senjata panahnya yang sakti. Tapi nampaknya bukan lakon cerita yang menarik perhatian penonton, tetapi lebih pada duel sang dalang kondang.”

Asal Usul Wayang

Asal usul dan perkembangan wayang tidak tercatat secara akurat seperti sejarah. Namun orang selalu ingat dan merasakan kehadiran wayang dalam masyarakat. Wayang merupakan salah satu buah usaha akal budi bangsa Indonesia. Wayang tampil sebagai seni budaya tradisional dan merupakan puncak budaya daerah.

Sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini banyak para cendekiawan dan budayawan berusaha meneliti dan menulis tentang wayang, diantaranya Hazeu dan Rassers. Dan pandangan dari pakar Indonesia, seperti K.P.A, Kusumadilaga, Ranggawarsita, Suroto, Sri Mulyono, dan lain-lain. Dan menurut para cendekiawan, wayang sudah ada dan berkembang sejak kuna, sekitar tahun 1500 SM.

Wayang yang dalam bentuknya sederhana ialah asli Indonesia. Wayang memiliki landasan yang kokoh. Landasan utamanya memiliki sifat ‘Hamot’ ( keterbukaan untuk menerima pengaruh dan masukan dari dalam dan luar ) , ‘Hamong’ ( kemampuan untuk menyaring unsur-unsur baru itu sesuai nilai-nilai warna yang ada , ‘Hamemangkat

( memangkat suatu nilai menjadi nilai baru. Periodisasi perkembangan budaya wayang juga merupakan suatu hahasan yang menarik.

Bermula zaman kuna ketika nenek moyang bangsa Indonesia masih menganut animisme dan dinamisme. Paduan dari animisme dan dinamisme ini menempatkan roh nenek moyang yang dulunya berkuasa, tetap mempunyai kuasa. Mereka tetap dipuja dan dimintai pertolongan. Roh nenek moyang yang dipuja ini disebut ‘hyang atau dahyang’. Orang bisa berhubungan dengan ‘hyang atau dahyang’ ini melalui seorang medium yang disebut ‘syaman’. Ritual pemujaan nenek moyang ‘hyang’ dan ‘syaman’ inilah yang akhirnya menjadi asal mula pertunjukkan wayang. ‘hyang’ menjadi wayang dan ‘syaman’ menjadi dalang. Sedangkan ceritanya ialah petualangan dan pengalaman nenek moyang. Bahasa yang digunakan ialah bahasa Jawa asli yang masih dipakai hingga sekarang. Jadi, wayang berasal dari ritual kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia disekitar tahun 1500 SM.

Berjalan dengan seiringnya waktu, wayang terus berkembang samapai pada masuknya agama Hindu di Indonesia sekitar abad keenam.

Dalam pewayangan cerita, bermula dari kisah Ramayana yang terus bersambung dengan Mahabrata, dan diteruskan dengan kisah zaman kerajaan kediri. Falsafah Ramayana dan Mahabrata yang Hinduisme diolah sedemikian rupa sehingga diwarnai nilai-nilai agama Islam.

Masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke-15, membawa perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan besar-besaran tersebut, tidak saja terjadi dalam bentuk dan cara pergelaran wayang, melainkan juga isi dan fungsinya. Bentuk wayang yang semula realistik proporsional seperti tertera dalam relief candi-candi, distilir menjadi bentuk imajinatif seperti sekarang ini. Selain itu, banyak sekali tambahan dan pembaharuan dalam peralatan seperti kelir atau layar, blencong atau lampu sebagai alat penerangan pada pertunjukkan wayang kulit dan juga mempunyai makna simbolik, yaitu memanfaatkan masukan serta pengaruh budaya lain baik dari dalam maupun dari luar Indonesia, debog yaitu pohon pisang untuk menancapkan wayang, dan masih banyak lagi.

Asal usul wayang Indonesia menjadi jelas dan mudah dibedakan dengan seni budaya sejenis yang berkembang di India, Cina, dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Tidak saja berbeda bentuk serta cara pementasannya, cerita Ramayana dan Mahabrata yang digunakan juga berbeda. Cerita terkenal ini sudah digubah sesuai nilai dan kondisi yang hidup dan berkembang di Indonesia. Keaslian Wayang bisa ditelusuri dari penggunaan bahasa seperti Wayang, kelir, blencong, kepyak, dalang, kotak dan lain-lain. Kesemuanya itu menggunakan bahasa Jawa asli. Berbeda dengan cempala, yaitu alat pengetuk kotak yang menggunakan bahasa sansekerta. Biasanya wayang selalu menggunakan bahasa campuran yang biasa disebut ‘basa rinengga’.

Kekuatan utama budaya Wayang ialah kandungan nilai falsafahnya. Wayang yang tumbuh dan berkembang sejak lama itu ternyata berhasil menyerap berbagai nilai-nilai keutamaan hidup dan dapat terus dilestarikan dalam pertunjukkan wayang.

Memasuki pengaruh agama Islam, kokoh sudah landasan wayang sebagai tontonan yang mengandung tuntunan, yaitu acuan moral budi luhur menuju terwujudnya ‘akhlaqul karimah’. Wayang bukan lagi sebagai tontonan bayang-bayang atau ‘shadow play’, melainkan sebagai ’wewayangane ngaurip’, yaitu bayangan hidup manusia.

Wayang juga dapat secara nyata menggambarkan konsepsi hidup ‘sangkan paraning damadi’, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali keribaan-Nya.

banyak ditemui seni budaya semacam wayang yang terkenal dengan ‘puppet show’, namun tidak seindah dan sedalam maknanya sulit menandingi Wayang Kulit Purwa.

Kamis, 15 November 2007

Sekilas tentang Art Deco

Art Deco adalah gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir sebelum Perang Dunia II yang banyak diterapkan dalam berbagai bidang, misalnya eksterior, interior, mebel, patung, poster, pakaian, perhiasan dan lain-lain. Dalam perjalanannya Art Deco dipengaruhi oleh berbagai macam aliran modern, antara lain Kubisme, Futurisme dan Konstruktivisme serta juga mengambil ide-ide desain kuno misalnya dari Mesir, Siria dan Persia. Seniman Art Deco banyak bereksperimen dengan memakai teknik baru dan material baru, misalnya metal, kaca, bakelit serta plastik dan menggabungkannya dengan penemuan-penemuan baru saat itu, lampu misalnya, karya-karya mereka memakai warna-warna yang kuat serta bentuk-bentuk abstrak dan geometris misalnya bentuk tangga, segitiga dan lingkaran terbuka, tetapi mereka kadang masih menggunakan motif-motif tumbuhan dan figur, tetapi motif-motif tersebut cenderung mempunyai bentuk yang geometris. Komposisi elemen-elemennya mayoritas dalam format yang sederhana.

Asal usul Nama Art Deco

Ungkapan Art Deco diperkenalkan pertama kali pada tahun 1966 dalam katalog yang diterbitkan oleh Musée des Arts Décoratifs di Paris yang pada saat itu sedang mengadakan pameran dengan tema „Les Années 25“ yang bertujuan untuk meninjau kembali pameran internasional „Exposition Internationale des Arts Décoratifs et Industriels Modernes“ yang diselenggarakan pada tahun 1925 di Paris. Sejak saat itu nama Art Deco menjadi dikenal dan semakin populer dengan munculnya beberapa artikel dalam media cetak. Pada tanggal 2 November 1966 artikel yang berjudul „Art Deco“ dimuat di The Times, setahun kemudian artikel „Les Arts Déco“ dari Van Dongen, Chanel dan André Groult furniture dimuat dalam majalah Elle. Ungkapan Art Deco semakin mendapat tempat dalam dunia seni dengan dipublikasikannya buku „Art Deco“ karangan Bevis Hillier di Amerika pada tahun 1969. Jadi sebelum tahun 1966, masyarakat belum mengenal nama Art Deco dan menamai seni yang populer di antara kedua perang dunia itu sebagai seni „modern“.

Latar Belakang Munculnya Art Deco

Revolusi Industri
Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, adalah kurun waktu di saat masyarakat dunia diliputi oleh berbagai macam konflik. Konflik-konflik ini muncul sebagai akibat dari Revolusi Industri yang menciptakan pergeseran sosial, berbagai macam pengetahuan dan teknologi baru membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Keadaan sosial masyarakat berubah, dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industrial. Kekuatan mesin menggantikan tenaga manusia yang sangat terbatas. Apa yang masyarakat lihat dan dengar berubah secara cepat. Barang-barang untuk keperluan hidup sehari-hari mulai banyak diproduksi oleh mesin dan secara massal. Meskipun demikian tidak semua masyarakat menerima dan menyukai barang-barang yang diproduksi oleh mesin, banyak yang masih menyukai hasil kerajinan tangan dengan seni tradisional. Barang-barang produksi mesin tidak seindah hasil kerajinan tangan meskipun harganya tidak mahal tapi tidak banyak peminatnya, sebaliknya barang-barang kerajinan tangan sangat tinggi mutunya, indah dan personal tapi mahal harganya. Revolusi Industri juga membawa perubahan pada Arsitektur. Selama berabad-abad arsitek hanya mengkonsentrasikan karyanya pada bangunan-bangunan ibadah, kastil, istana dan rumah para bangsawan. Setelah adanya Revolusi Industri diperlukan suatu tipologi bangunan yang berbeda dari abad sebelumnya, misalnya, pabrik, stasiun, bangunan perdagangan, bangunan perkantoran, perumahan dan lain lain. Seiring dengan meningkatnya jumlah produksi meningkat pula jumlah pabrik, agar distribusi menjadi lancar, dibuat jalan-jalan raya penghubung antarkota dan negara, diciptakan pula alat transportasi modern, misalnya mobil, kereta, kapal dan pesawat. Sehingga pada jaman itu muncul konsepsi-konsepsi baru tentang iklan, fotografi, produksi massal dan kecepatan/laju.

Perang Dunia I
Perang Dunia I yang berlangsung di Eropa pada tahun 1914-1918 menyebabkan kerugian jiwa dan materi yang besar. Setelah perang berakhir, masyarakat sibuk menata kembali lingkungannya, membangun kembali tempat tinggalnya dan mereka memerlukan berbagai macam peralatan rumah tangga, perhiasan, pakaian, keramik dan lain-lain, hal ini memberikan kesempatan kepada para seniman untuk bereksperimen dan memberikan semangat kepada mereka untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru. Barang-barang yang diperlukan masyarakat adalah yang modern dan fungsional. Art Nouveau suatu gerakan seni yang popular pada tahun 1894-1914 tidak lagi bisa bertahan lama karena hasil karya mereka kurang fungsional, penuh dekorasi dan harganya sangat mahal.

Usaha-usaha Mencari Solusi Permasalahan
Seni modern yang muncul pada awal abad ke 20 ini merefleksikan sensasi yang dialami pada waktu itu. Para seniman mencari pemecahan atas konflik yang timbul dengan menciptakan suatu gaya yang dapat merangkul selera semua lapisan masyarakat. Sekolah-sekolah seni dan pameran pameran seni adalah tempat yang dipakai oleh para seniman untuk bertukar pikiran dan menciptakan ide-ide baru. Pengenalan terhadap material baru seperti plastik, bakelit, kaca dan krom mengharuskan para seniman mencari cara dan gaya sehingga material tersebut dapat diolah dan diproduksi secara massal. Adapula yang meniru rancangan-rancangan lama yang disukai dan terbilang mewah karena berasal dari material yang langka dan biasanya dikerjakan oleh pengrajin, tujuan meniru tersebut agar hasil karya itu bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Pengertian bahwa dengan desain yang bagus dapat menaikkan omset penjualan sudah dikenal oleh para seniman dan pengusaha, hal ini membuat mereka berpikir bagaimana menghasilkan barang dengan desain yang bagus, artinya sesuai dengan selera pasar dan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Usaha-usaha pencarian desain yang sesuai dengan selera masyarakat dapat dilihat dalam keragaman hasil rancangan para seniman tersebut.

Spektrum Art Deco, Sekilas Kapal Normandie
Pengaruh Art Deco meresap ke segala bidang, hal ini dapat dilihat pada karya kapal Normandie. Dengan adanya penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang perkapalan, transportasi laut pada saat itu maju dengan pesat, terbukti dengan selesai dirakitnya kapal layar Normandie pada tahun 1935, yang mempunyai panjang 313 M. Kapal layar Normandie yang pada saat itu adalah kapal terbesar dan tercepat dengan interiornya yang mewah merupakan lambang kebanggaan rakyat Perancis, karena data-data teknis yang dipunyai, kapal layar tersebut berhak memakai tanda “Blue Band” yaitu sebuah simbol yang melambangkan kapal layar tercepat di Atlantik utara. Dalam interior kapal layar Normandie banyak dijumpai karya-karya seniman Art Deco Perancis, seperti misalnya Perusahaan Daum (di kota Nancy), Sabino dan René Lalique yang merancang barang-barang dengan bahan dari kaca, mereka merancang cawan sampanye, pemanas ruangan, lampu di ruang makan sampai kolam kaca dengan air terjunnya. Perusahaan Jules Leleu, Ala-voine dan perusahaan interior Dominique merancang tata letak dan mebelnya. Christofle merancang semua barang-barang yang dibuat dari bahan dasar emas dan perak, Roger dan Gallet merancang parfum, Raymond Subes merancang barang-barang dari logam, Jean Puiforcat merancang peralatan makan, sedangkan hiasan-hiasan tambahan seperti patung, relief-relief dirancang oleh Léon Drivier, Pierre Poisson, Saupique, Pommier, Delamarre, Bouchard, Baudry dan Dejean. Meskipun banyak ahli interior dan dekorator yang ikut berperan dalam penataan ruang dan dekorasinya, misalnya Leleu, Montagnac, Dominique, Follot, Simon, Laprade, Pascaud, Süe, Prou, Domin, hasilnya tidak bertabrakan satu sama lain karena semuanya sudah direncanakan dengan seksama. Oleh karena itu tidak berlebihan bila kapal layar Normandie dinamai dengan pameran berjalan, karena banyaknya seniman Art Deco yang ikut andil serta beragamnya barang-barang yang dirancang. Dari gambaran ini terlihat bahwa spektrum Art Deco mencapai berbagai macam bidang.

Para Seniman Art Deco
Telah kita ketahui bahwa Art Deco berkembang dengan baik pada tahun-tahun setelah terjadinya perang dunia pertama dan sebelum meletusnya perang dunia kedua. Tetapi dapat dikatakan bahwa Art Deco yang orisinal lahir pada awal tahun-tahun setelah berakhirnya perang dunia pertama, saat para seniman sedang bereksperimen mencari perspektif baru dengan menolak menggunakan ornamen yang identik dengan Art Nouveau, mereka seolah-olah ingin memutuskan diri dengan gaya Art Nouveau. Di samping menggunakan lagi ornamen-ornamen historis, mereka saling bertukar pikiran untuk berbagi inspirasi. Untuk menggabungkan kesemuanya itu, mereka menggunakan pendekatan eklektik. Para seniman dari berbagai media dengan cepat mengadopsi gaya yang spektakuler ini. Poster, perhiasan, mebel, keramik, patung, lukisan, pekerjaan dari metal bahkan pakaian ikut memeriahkan seni modern yang sedang populer pada saat itu.

Beberapa desainer sangat identik dengan Art Deco, misalnya Jaques-Emile Ruhlmann yang dikenal sebagai master Art Deco melalui karya mebelnya yang hampir selalu memakai material mahal. Desainer mebel lain misalnya Paul Follot, Pierre Chareau, Clement Rousseau, tim desain Süe et Mare (Louis Süe and André Mare) serta Eileen Gray. Rene Lalique dikenal dengan hiasan dari kaca dan desain perhiasannya, Susie Cooper dan Clarice Cliff terkenal dengan keramiknya, Jean Puiforcat dengan perak dan pekerjaan metalnya, Paul Poiret terkenal dengan motif tekstilnya, dan A.M Cassandre dikenal dengan poster-posternya.

Desainer Art Deco terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama adalah desainer yang mengkonsentrasikan diri pada desain yang individual dan dikerjakan dengan kemampuan pekerjaan tangan yang tinggi, rancangan tersebut hanya dapat dibeli oleh kalangan atas, sedangkan kelompok lainnya adalah kelompok desainer yang mengutamakan desain berbentuk geometri dengan berdasarkan pada pertimbangan fungsional.

Beberapa desainer Art Deco yang menciptakan barang-barang untuk masyarakat banyak misalnya Susie (Susan Vera) Cooper (1902-1995) yang terkenal tidak saja sebagai desainer tetapi juga sebagai produser keramik. Ketertarikannya pada keramik ditekuninya sejak tahun 1922. Pada awalnya ia bekerja pada A. E. Gray & Co. Tujuh tahun kemudian ia mendirikan studio serta pabriknya yang memproduksi peralatan makan dan peralatan minum teh untuk masyarakat kelas menengah. Desainer Art Deco lainnya yang berusaha memproduksi barang-barang untuk masyarakat luas adalah René Lalique (1860-1945). René Lalique selain dikenal sebagai desainer perhiasan dikenal juga sebagai desainer glass/kaca. Ia mengawali karirnya sebagai desainer perhiasan Art Nouveau yang sangat inovatif. Pada awal abad ke 20 ia mengalihkan perhatiannya pada material glass/kaca, ia merintis teknik-teknik memproduksi glass/kaca secara massal dalam pabriknya. Ia mendesain berbagai macam jenis barang, misalnya botol parfum, lampu, vas, peralatan makan, patung dan perhiasan dari kaca.

Dari pakaian, perhiasan, poster sampai perabot dan peralatan rumah tangga, semua karya-karya ini memeriahkan dunia Art Deco, para seniman yang menghasilkannya berasal dari berbagai latar belakang. Mereka mencoba menghadirkan karya-karya yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat itu ditengah perubahan jaman. Partisipasi masyarakat luaslah yang membuat seni ini menjadi spektakuler.

Contoh motif Art Deco :

Sumber :
http://www.arsitekturindis.com/index.php/archives/2003/04/01/spektrum-art-deco/

Sabtu, 10 November 2007

Pengaruh dan Surutnya Tionghoa - Islam

Adalah kenyataan sejarah bahwa orang-orang Tionghoa dari Yunnan pada abad ke–14 dan abad ke-15 datang ke Nusantara terutama ke Sambas, Palembang dan Jawa untuk menyebarkan agama Islam mashab Hanafi yang kemudian surut digantikan dengan mashab lainnya. Pada awalnya mereka hanya menyebarkan agama Islam di komunitas Tionghoa yang pada umumnya tinggal di pesisir sambil melakukan perdagangan. Sudah tentu kedatangannya membawa pengaruh dan perubahan yang besar dalam kehidupan politik dan tata kehidupan masyarakat pada masa itu, dimana pengaruh agama Hindu dengan representasi Kerajaan Majapahit sangat dominan. Tokoh besarnya adalah Laksamana Cheng Ho yang dengan armadanya yang mengagumkan memberi pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Nusa Tenggara.

Banyak orang-orang Muslim Tionghoa Jawa Timur di bawah pimpinan Bong Swi Hoo atau Sunan Ngampel yang menjadi penasihat dan bupati di Majapahit. Mereka kemudian mendorong Raden Patah alias Jin Bun untuk mendirikan Kesultanan Islam pertama di Demak.

Sebagian dari Walisongo yaitu, Sunan Ngampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati diidentifikasikan sebagai orang-orang Muslim Tionghoa yang sangat besar jasanya dalam menyebarkan agama Islam di pesisir utara Jawa, dari Banten sampai Madura.

Kalau kita mengunjungi mesjid-mesjid Walisongo di pantura Jawa seperti Mesjid Agung Demak (Masjid Glagah Wangi) atau makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, maka akan tampak sekali pengaruh kebudayaan Tionghoa. Di tembok-tembok mesjid banyak ditempelkan piring porselin Tiongkok dari zaman Dinasti Ming, demikian juga banyak terdapat guci-guci antik yang tak ternilai harganya. Di Mesjid Glagah Wangi Demak terdapat ornamen kura-kura yang digunakan untuk menunjukkan tahun mulai dibangunnya mesjid tersebut, yaitu tahun 1401 Caka atau 1479 Masehi. Penggunaan kura-kura yang termasuk binatang yang banyak terdapat dalam mitologi Tionghoa, tidak umum dalam kebudayaan Islam,Hindu maupun Buddha.

Demikian juga kalau kita mengunjungi mesjid-mesjid di negara-negara Timur Tengah, termasuk di Saudi Arabia, kita tidak akan menemukan bedug untuk pertanda azan lima waktu. Selanjutnya kita juga tidak akan menemukan model pesantren seperti yang terdapat di Jawa,karena kedua hal tersebut sangat jelas dipengaruhi oleh kebudayaan Tionghoa.Arsitektur mesjid-mesjid di Jawa juga sangat dipengaruhi kebudayaan Tionghoa yang bergaya pagoda dan atap bertingkat. Contohnya masih dapat kita saksikan yaitu Mesjid Agung Banten, yang dibangun pada sekitar tahun 1620 oleh arsitek Tionghoa Cek Ban Cut dengan menaranya yang seperti pagoda.

Tradisi atau kebiasaan membakar petasan atau mercon pada masa bulan Ramadhan dan menyambut Hari Raya Idul Fitri atau pada upacara-upacara perkawinan, khitanan dsbnya yang dilakukan umat Islam di pedesaan pulau Jawa, jelas merupakan tradisi yang dipengaruhi tradisi Tionghoa yang membawa kebiasaan ini dari daratan Tiongkok, tempat asal petasan tersebut.

Pada masa kekuasaan VOC dan pemerintahan Hindia Belanda, orang Tionghoa banyak yang masuk menjadi Islam kembali.Alasan utamanya adalah untuk menghindari pajak kepala atau pajak konde/kuncir yang dikenakan kepada orang-orang Tionghoa. Kalau mereka masuk Islam, maka mereka akan terhindar dari pajak tersebut.

Demikian juga setelah terjadi insiden pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia pada tahun 1740, orang Tionghoa banyak yang masuk menjadi Islam demi menjamin keamanannya. Ketika terjadi Perang Jawa atau Perang Diponegoro, orang-orang Tionghoa yang mendukung Pangeran Diponegoro juga banyak yang menjadi prajuri menjalankan politik segregasi dan berusaha memisahkan orang-orang Tionghoa dari penduduk setempat. Kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda selalu memojokkan orang Tionghoa.

Orang-orang Tionghoa hanya diperalat untuk kepentingan politik dan ekonomi pemerintah kolonial Belanda. Orang-orang Tionghoa harus diisolir dengan wijkenstelsel dan passenstelsel. Artinya orang Tionghoa harus tinggal di tempat tertentu (Pecinan) dan apabila ingin bepergian harus meminta surat ijin atau pass dari penguasa setempat. Orang Tionghoa juga dilarang memakai pakain orang Jawa atau penduduk pribumi lainnya agar tidak dapat membaur dengan mereka dan menimbulkan kekacauan. Orang Tionghoa juga dilarang memakai pakaian Eropa, artinya orang Tionghoa hanya boleh memakai baju thungsha dan celanan komprang serta rambutnya memakai taucang alias kuncir. Bagi yang melanggar akan kena denda atau hukuman yang berat.

Pada dekade kedua abad ke-20 dengan berdirinya Tionghoa Shang Hwee (Perkumpulan Pedagang Tionghoa) dan Sarikat Dagang Indonesia yang kemudian berubah menjadi Sarikat Islam, terjadi beberapa kali benturan akibat persaingan dalam perdagangan antara pedagang Tionghoa dan Pedagang Islam yang umumnya keturunan Arab, antara lain kerusuhan di Kudus pada tahun 1918 yang berawal dari persaingan di antara pengusaha rokok kretek. Demikian juga di Solo, toko Sie Dhian Ho diserbu oleh para pedagang batik pribumi di pasar Lawean yang merasa tersaingi.

Kemudian pada masa dijalankannya politik etis oleh pemerintah Hindia Belanda setelah Tanam Paksa mendapatkan banyak kecaman di Belanda dan dimulainya liberalisasi dan dibukanya perkebunan-perkebunan dan tambang-tambang yang memerlukan banyak tenaga kerja, terjadilah arus migrasi orang-orang Tionghoa dari daratan Tiongkok terutama dari provinsi-provinsi Hokkian dan Kwangtung. Hal ini dapat terjadi karena Kaisar Dinasti Ching telah mencabut larangan bagi orang-orang Tionghoa untuk bepergian keluar negeri, termasuk perempuan-perempuannya. Sudah tentu kejadian ini menyebabkan terjadinya perubahan besar pada masyarakat Tionghoa di Nusantara yang selama ratusan tahun putus kontak dengan daratan Tiongkok. Hal inilah yang menyebabkan semakin surutnya jumlah Muslim Tionghoa di Indonesia sampai berdirinya rejim Orde Baru yang mendorong terjadinya asimilasi di masyarakat Tionghoa. Di masa Orde Baru karena adanya berbagai larangan bagi orang Tionghoa dalam menjalankan ibadahnya banyak orang Tionghoa yang tertarik untuk menjadi Muslim yang menurut pandangannya dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.